Rasa Suka & Hubungan Asmara Antara Manusia

Sebetulnya hari ini lagi banyak yang dikerjakan namun saya rasa tanggal 5 itu mesti ada satu tulisan baru di blog saya ini. Ya sudahlah, saya coba mencuri waktu saya dulu untuk menulis blog. Saya mencoba dengan tulisan yang sederhana saja, hehehe

Sebagai pernyataan, tulisan yang akan anda baca berikut ditulis oleh orang yang punya 0 jam terbang soal urusan asmara. Jadi yaa kalau ada sesuatu yang ngawur, mohon maaf dan mohon koreksinya. Saya hanya ingin menyampaikan perspektif saya mengenai hal ini.

Pada tulisan ini saya ingin memberikan sedikit perspektif mengenai perasaan rasa saling menyukai antara manusia pada umumnya. Yeah, sebagai manusia normal, ya wajar jika kita tiba-tiba mencintai dan menyukai seseorang. Adakah yang tidak mudah menyukai? Ya ada. Itu preferensinya dia.

Namun begini, sepanjang yang saya rasakan, ketika saya diam-diam menyukai seseorang, terkadang gejolak hati yang terdalam pada diri kita itu kalah sama nilai-nilai obyektifitas yang kita pegang. Misal, saya tiba-tiba tertarik dan menyukai si doi yang berbaju merah, namun saya sendiri perlu mengakui bahwa sesuai dengan nilai objektivitas saya, si doi ini agak sedikit kurang secara obyektifitas. Namun perasaan gejolak ini nggak bisa ditahan. Perlu ada peredam. Misal dengan menjauhi informasi tentang diri-nya, dsb. Selama saya masih sering ketemu dengan doi, maka gejolak itu akan sering ke-trigger. Sesuatu yang jujur suka sulit untuk dijelaskan.

Bagaimana pendapat dan cerita dari kalian? Apakah kalian merasakannya juga?

Apakah salah jika kita diam-diam menyukai yang kita kagumi? Tentu beda orang beda pendapat juga mengenai hal ini. Namun secara perspektif saya, tentu saya menganggapnya sesuatu yang normal dalam kehidupan manusia yang dinamis. Soal urusan nanti perasaan suka itu diterima dengan baik atau unrequited, yaa itu urusannya kita dan yang kita kagumi nanti.

Kalau misalnya perasaan sukanya itu unrequited, alias tidak direspon dengan baik dan terjadi rasa suka yang satu arah? Well, jujur bagi saya sendiri mungkin ini bisa dikatakan sesuatu yang pahit dan getir. Like, we need to accept the bitter fact. Lagi-lagi yaa itu hak doi untuk menerima ataupun menolak cinta atau rasa suka kita ke dia. Malah bisa saya katakan, menghargai keputusan doi yang menolak cinta dan rasa suka kita itu termasuk bagian dari demokrasi. At least you tried, and respect with others. Demokrasi terkadang tidak memihak pada kita.

Sakit nggak perasaan sukanya itu ditolak? Seperti saya bilang, getir, perlu waktu untuk recover dari itu, tapi percayalah, dibalik kegagalan, masih ada kesuksesan lain yang menunggu. Bisa jadi di waktu mendatang, kita dipertemukan oleh doi yang berbaju hijau, diam-diam menyukainya, dan ternyata rasa suka kita direspons dengan baik oleh doi. Dan juga bisa jadi doi yang berbaju hijau yang merespons rasa suka kita dengan baik, itu lebih baik bagi kehidupan kita, daripada doi yang berbaju merah. Always believe the god plan.

Lalu sudah nih, berjalannya waktu, tentu dong akhirnya mencapai satu titik untuk melaksanakan suatu momentum atau puncak dari jalinan hubungan asmara yang telah dibangun. Apa itu? Ya, pernikahan. Ngomongin soal pernikahan, tanyakan dulu kepada diri sendiri, untuk apa menikah? Untuk melanjutkan keberlangsungan rasa suka kita kepada doi? Untuk melanjutkan keberlangsungan hidup sebagai manusia? Untuk menjalankan ibadah sesuai dengan syariat agama yang kita anut? atau hanya untuk bersenang-bersenang dan berekreasi semata?

Jika pertanyaannya arahnya ke hal yang positif, tentu outcome-nya pun juga pasti positif. Sebaliknya jika pertanyaannya hanya untuk hal yang sesaat atau punya niatan yang jelek, maka jangan kaget outcome-nya pun juga pasti jelek.

Banyak kasus-kasus negatif mengenai rumah tangga seperti kekerasan dalam rumah tangga, pengabaian terhadap hak anak, perselingkuhan, dsb. ya bisa saya katakan karena kurangnya kekuatan pada niat kita (dan atau niat doi) saat menikah.

Jadi yaa, yang bisa saya katakan, menikahlah ketika kita sudah siap. Karena bagi saya, cinta atas pernikahan itu sepatutnya adalah hal yang hanya dapat dipisahkan dengan maut. Kalau menikahnya hanya karena hal rekreasi semata. Yaa cinta atas pernikahan itu bisa saja terpisah begitu keluar dari kamar atau rumah. Tidak dipisahkan oleh maut.

Yeah, pada akhirnya, rasa suka itu adalah titik awal mula dari sebuah hubungan percintaan asmara antara kedua manusia, pernikahan itu adalah momentum untuk mengokohkan hubungan asmara tersebut. Tentu pengokohannya-pun juga harus dengan niat yang kuat juga agar outcome dari hubungan asmara yang telah dikokohkan itu bisa kokoh hingga maut yang merubuhkannya.

Terakhir, bagi yang beragama, jangan lupa juga bagi kita untuk tetap cinta kepada tuhan yang maha esa.

Tulisan ini dipublikasikan di Pada Akhirnya. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *